Bekas pabrik gula Gembongan pernah mendapat kesan seram dan horor dari masyarakat. Setelah bergonta-ganti kepemilikan, bekas pabrik gula itu kini jadi tempat yang sama sekali berbeda.
---
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---
Intisari-Online.com -Salah satu yang tertanam dalam benak masyarakat tentang bekas pabrik gula Gembongan adalah seram dan angker. Bahkan bangunan ini pernah jadi tempat uji nyali.
Lalu bagaimana kondisi sekarang? Seperti apa juga sejarahnya?
Ada beberapa tempat di sekitar Solo yang dikesankan sebagai tempat yang angker, horor, menyeramkan, dan sebagainya. Satu di antaranya adalah bekas pabrik gula Rasamadu di Gembongan, Sukoharjo, Jawa Tengah, yang lebih dikenal sebagai pabrik gula Gembongan.
Pernah dialihfungsikan sebagai pabrik tembakau pada era 1960-an, bekas pabrik gula Gembongan kabarnya pernah dipakai untuk lokasi uji nyali Trans7 beberapa tahun yang lalu -- tentu karena reputasinya sebagai tempat yang dianggap angker.
Terkait nasibnya sekarang, bekas pabrik yang punya bangunan gagah bergaya Eropa ini sudah berubah wajah. Jika kamu pernah berkunjung atau mendengar tempat wisata bernama The Heritage Palace, itulah wujud bekas pabrik gula Gembongan sekarang.
Direktur Marketing dan Operasional Franky Hardy, sebagaimana dilansir Kompas.com, mengatakan, bangunan The Heritage Palace merupakan peninggalan Belanda yang awalnya didirikan sebagai pabrik gula (PG) gembongan. Bangunan ini berdiri pada 1899 kemudian direnovasi dengan bangunan yang lebih megah bergaya Eropa pada 1920.
Berdiri di atas lahan seluas 2,2 hektar, The Heritage Palace memiliki sembilan gedung megah bergaya khas Eropa klasik. Yang menarik, bangunan The Heritage Palace ini telah diakui sebagai Bangunan Cagar Budaya.
The Heritage Palace terbagi menjadi dua area wisata yakni indoor dan outdoor. Franky menuturkan pada area indoor wisatawan bisa menikmati fasilitas spot foto tiga dimensi, Museum Transportasi yang berisi mobil antik, dan Omah Kwalik yaitu spot foto unik bertema terbalik.
Sementara di area outdoor, pengunjung bisa berfoto di taman dengan latar belakang gedung megah bergaya Eropa klasik. “Konsep kami wahana wisata keluarga tentang pengenalan gedung tua peninggalan kolonial dan fotografi,” imbuh Franky.
Dibuka pertama pada 9 Juni 2018, obyek wisata ini telah menjadi destinasi wisata favorit yang telah didatangi beragam wisatawan dari berbagai kota di Indonesia.
Sejarah pabrik gula Gembongan
Dalam makalah berjudul "Sejarah Berdirinya Pabrik Gula Gembongan, Kartasura, Sukoharjo, Dalam Perspektif UU Cagar Budaya" yang ditulis P. Bambang Ary Wibowo, SH (diakses dari Jdih.sukoharjokab.go.id), pabrik gula Gembongan mengalami perubahan signifikan, dengan wujudnya yang sekarang, terjadi pada 1920.
Makalah itu salah satu didasarkan pada Skripsi berjudul "Pabrik Gula Rasamadu Gembongan, Kartasura, Tahun 1899-1934" yang ditulis Muhammad Rizal Setiawan dari Fakultas Ilmu Budaya UNS.
Secara garis besar, pabrik gula Gembongan berdiri di tengah maraknya industri gula di Vorstenlanden (wilayah di sekitar Kasunanan Surakarta, Kasultanan Yogyakarta, Kadipaten Mangkunegaran, dan Kadipaten Mangkualaman) pada paruh kedua abad ke-19 atau pasca-Perang Jawa.
Ketika berdiri pada 1899, pabrik gula Gembongan mempunyai lahan sendiri di daerah Ketitang dan Tremoeles. Mesin yang dipakai untuk mengolah tebu menjadi gula dari Gebr Strok Suikermanchine.
Untuk jalur distribusi, sebagaimana dikutip dari makalah Bambang, pabrik gula Gembongan menggunakan jalur darat dan laut untuk disetor ke seluruh Jawa, Sumatera, bahkan ke sejumlah wilayah Asia dan Eropa.
Masih dari makalah yang sama, pemilik pabrik gula gembongan paling tidak tidak diketahui secara pasti. Kepemilikan baru jelas setelah dioperasikan oleh Naamloze Vennootschap (NV) Kartasoera Cultuur Maatschappij (KCM), yang awalnya bagian dari Samarangsche Cultuur Maatschappij (SCM).
Singkat cerita, KCM diambil alih oleh krediturnya di mana sang kreditor inilah yang kemudian mengelolanya.
Meski nama perusahaan tetap dipertahankan, ada perubahan pada anggaran dasarnya. Dalam sertifikat KCM diterangkan, KCM didirikan berdasarkan Undang-Undang 3 November 1887 di hadapan Notaris J.C.G. Pollonea di Amsterdam dan disetujui berdasarkan Koninklijk Besluit 3 Desember 1887 No.26.
Anggaran dasarnya diubah pada 4 Mei 1892 di hadapan notaris yang sama melalui tindakan tertanggal 17 November 1892 No.56 dan 8 Februari 1893 No.32 di hadapan notaris B.V. Houthuysen di Semarang. Lalu disetujui berdasarkan Gouvernement Besluit tertanggal 8 Maret 1893 No.6. Lalu diubah berdasarkan Gouvernement Besluit tertanggal 3 Oktober 1910 no.13 di depan notaris J.H.A. van Barneveld.
Pada 1899 bangunan pabrik diperbaiki, di mana pada cerobong asapnya tertera tulisan "Kartasoera 1899". Itulah yang kemudian dianggap sebagai tahun berdirinya pabrik gula Gembongan.
Pada 1915 KCM diakuisisi oleh Internationale Crediet- en Handelsvereeniging "Rotterdam" atau yang dikenal sebagai Internasio. Ini adalah perusahan milik Belanda yang bergerak di bidang ekspor-impor.
Di era inilah pabrik gula Gembongan, bisa dibilang, mencapai kejayaannya. Hal itu juga dibuktikan berubahnya bentuk bangunan pada 1920 menjadi lebih modern dan megah di mana corak Art Deco-nya sangat mencolok -- itulah yang kita lihat sekarang.
Hindia Belanda dilanda depresi ekonomi (malaise) pada 1929. Hampir semua lini bisnis terdampak, tak terkecuali pabrik gula Gembongan. Pada 1935 pabrik ini tak produksi lagi.
Setelah merdeka, pabrik gula Gembongan diambil alih pemerintah RI di mana pengelolaannya diserahkan kepada PT Perkebunan Nusantara. Tahun 1968, lahan milik PTPN itu dibeli PT Karep Bojonegoro yang memfungsikannya sebagai gudang tembakau. Pada 1985 kepemilikan jatuh ke PT Pandusata Utama dan terakhir oleh PT Sinar Grafindo.