Korban Bullying di Masa Kecil Ternyata Berdampak 40 Tahun Kemudian

Muhammad Fauzan Aziz

Penulis

Korban Bullying di Masa Kecil Ternyata Berdampak 40 Tahun Kemudian
Korban Bullying di Masa Kecil Ternyata Berdampak 40 Tahun Kemudian

Intisari-Online.com – Penelitian baru mengemukakan, korban bullying di masa kecil ternyata berdampak 40 tahun kemudian, mulai dari efek sosial, fisik, sampai kesehatan mental.

(Baca juga: Anak-Anak yang Dibully Memiliki Risiko Bunuh diri)

Korban bully tersebut memiliki risiko besar, memperoleh kesehatan fisik dan mental buruk pada umur 50 tahun. Sering dibully juga meningkatkan risiko depresi, kecemasan, dan kemauan untuk bunuh diri.

Penelitian yang dilakukan British National Child Development Study pada anak-anak yang lahir di Inggris ini, coba mengikuti perkembangan 7,771 anak berumur 7 sampai 11 tahun.

Ryu Takizawa, pimpinan penulis Institute of Psychiatry di King’s College London, mengatakan jika penelitian mereka menunjukan efek bullying masih terasa empat dekade kemudian.

“Dampak bullying sangat keras dan meresap, dengan konsekuensinya terhadap kesehatan, sosial, dan ekonomi, dapat berlangsung lebih lama.” Ujar Takizawa.

Individu yang dibully pada masa kecil juga berisiko memiliki tingkat edukasi rendah, dengan lelaki yang dibully lebih berisiko untuk menganggur.

Hubungan sosial ternyata juga bisa terpegaruh. Dibully membuat mereka malas untuk melakukan aktivitas sosial, dan menurun tingkat kepuasan hidupnya.

Profesor Louise Arseneault, penulis senior dari Institute of Psychiatry di King’s menambahkan,

“Kita harus membuang jauh-jauh persepsi jika perilaku bullying itu tidak bisa terhindarkan dalam pertumbuhan.”

“Guru, orang tua, dan pembuat kebijakan harus waspada, apa yang terjadi di taman bermain anak-anak (bullying) memiliki dampak jangka panjang terhadap mereka.”

(Baca juga: Praktik Bullying di Tempat Kerja Sering Tak Selesai)

“40 tahun itu waktu yang panjang, jadi tidak ada keraguan tentang pengalaman anak-anak muda bisa melindungi mereka dari bullying, atau memperburuknya.” Ujar Arseneault. (sciencedaily.com)