Pengertian Hak Angket dan Contohnya, Pernah Digulirkan Kakek Prabowo

Ade S

Penulis

Suasana rapat paripurna ke-28 masa sidang V tahun 2021-2022 di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (7/7/2022). Artikel ini menjelaskan pengertian hak angket dan contohnya di Indonesia. Simak penjelasan dan fakta-fakta menarik tentang hak angket di sini.
Suasana rapat paripurna ke-28 masa sidang V tahun 2021-2022 di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Kamis (7/7/2022). Artikel ini menjelaskan pengertian hak angket dan contohnya di Indonesia. Simak penjelasan dan fakta-fakta menarik tentang hak angket di sini.

Intisari-Online.com -Apakah Anda tahu apa itu hak angket seperti yang disampaikan oleh calon presiden (Capres) nomor urut 3 Ganjar Pranowo?

Hak angket adalah salah satu kewenangan legislatif yang dapat digunakan untuk menyelidiki kebijakan pemerintah yang diduga melanggar undang-undang.

Dalam artikel ini, Anda akan mempelajari pengertian hak angket dan contohnya di Indonesia.

Anda akan mengetahui sejarah, fungsi, dan proses hak angket di Indonesia.

Anda juga akan melihat beberapa contoh kasus yang pernah ditangani oleh DPR menggunakan hak angket, mulai dari era Orde Baru hingga era Jokowi.

Artikel ini akan memberikan Anda wawasan dan pengetahuan tentang hak angket sebagai salah satu instrumen demokrasi di Indonesia.

Wacana Hak Angket Pemilu 2024

Calon presiden (Capres) nomor urut 3 Ganjar Pranowo mengusulkan wacana hak angket kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai salah satu cara untuk mengusut adanya dugaan kecurangan dalam penyelenggaraan pemilihan umum (Pemilu) dan pemilihan presiden (Pilpres) 2024.

Ia mengajak dua partai politik yang mendukungnya, yaitu PDI Perjuangan dan Partai Persatuan Pembangunan, untuk memanfaatkan hak angket tersebut. Menurut Ganjar, DPR harus bertindak tegas terhadap dugaan kecurangan yang sudah terang-benderang itu.

"Dalam hal ini, DPR dapat memanggil pejabat negara yang mengetahui praktik kecurangan tersebut, termasuk meminta pertanggung jawaban KPU (Komisi Pemilihan Umum) dan Bawaslu (Badan Pengawas Pemilu) selaku penyelenggara Pemilu," ucap Ganjar dalam keterangan persnya, Senin (19/2/2024), seperti dilansir dari Kompas.com.

Baca Juga: Digulirkan Politikus PDI-P Masinton Pasaribu Untuk Menggugat Putusan MK, Apakah Hak Angket DPR Itu?

Namun, wacana hak angket ini ternyata disambut positif oleh Capres nomor urut 1 Anies Baswedan, yang merupakan pesaing Ganjar.

Anies mengatakan bahwa partai politik yang mengusungnya juga bersedia untuk mengikuti hak angket.

Partai Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa, dan Partai Keadilan Sejahtera adalah tiga parpol yang mengusung Anies-Muhaimin.

"Kami ketemu dan membahas langkah-langkah dan kami solid karena itu saya sampaikan, ketika insiatif hak angket itu dilakukan maka tiga partai ini siap ikut," katanya saat ditemui di Kantor THN Anies-Muhaimin Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Selasa (20/2/2024).

Pengertian Hak Angket

Hak angket DPR RI adalah hak yang dimiliki oleh DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undang-undang atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga melanggar peraturan perundang-undangan.

Hak angket DPR RI diatur dalam Undang-undang Nomor 17 Tahun 2014 tentang Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.

Hak angket DPR RI digunakan untuk menyelidiki kebijakan pemerintah yang penting dan strategis, tetapi menyimpang dari undang-undang.

Hak angket DPR RI juga digunakan untuk menyelidiki pejabat negara atau pejabat pemerintah yang terkait dengan kebijakan tersebut.

Contoh Hak Angket DPR Terkait Pemilu

Hak angket DPR terkait pelaksanaan Pemilu pernah digunakan beberapa kali oleh DPR.

Baca Juga: Muncul Lagi Saat Pemilu 2024, Ternyata Ini Arti Hak Angket DPR Dan Bagaimana Mekanisme Pengajuannya

Pada era Orde Baru yang dipimpin oleh Presiden Soeharto, DPR tidak pernah memanfaatkan hak angket.

Hal ini karena pada waktu itu politik melalui DPR sangat terbatas akibat gaya kepemimpinan Soeharto yang mengendalikan aktivitas politik.

Kewenangan DPR baru pulih setelah masa pemerintahan Orde Baru berakhir melalui gerakan Reformasi 1998.

Pada 1999, DPR menggunakan hak angket terkait pelaksanaan Pemilu. DPR membentuk Pansus hak angket Pemilu untuk menyelidiki dugaan pelanggaran dana kampanye yang telah disetujui oleh KPU.

Pansus menemukan adanya beberapa pelanggaran dalam penggunaan dana kampanye yang terungkap dalam penyelidikan, namun tidak ada sanksi yang diberlakukan.

Pada 2004, DPR kembali membentuk Pansus hak angket untuk mengusut dugaan manipulasi data dalam penghitungan suara.

Hasil penyelidikan Pansus tidak menemukan adanya bukti yang kuat tentang lokasi yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM).

Pada 2009, DPR kembali membentuk Pansus hak angket untuk menginvestigasi dugaan hakikat dan inkonsistensi KPU dalam penyelenggaraan pemilu.

Rekomendasi dari Pansus adalah agar KPU dihentikan, tetapi tidak dijalankan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

Contoh Hak Angket di Luar Pemilu

Hak angket merupakan salah satu kewenangan legislatif di Indonesia yang pertama kali digunakan pada 1950 oleh R Margono Djojohadikusumo.

Baca Juga: Perolehan Suara Dede Sunandar, Tak Sampai Dua Digit Padahal Sudah Jual Mobil

Margono yang saat itu menjadi Ketua Dewan Pertimbangan Agung (DPA) mendorong DPR untuk menggunakan hak angket untuk mengusut untung rugi penggunaan devisa oleh pemerintahan Presiden Soekarno.

Namun, usulan hak angket itu tidak jelas nasibnya sampai Pemilu perdana pada 1955.

Hak angket baru digunakan kembali oleh DPR pada 1980 atau era Orde Baru. Waktu itu terjadi skandal sengketa warisan antara mantan pejabat Pertamina H Thahir dengan pemerintah.

Kartika Ratnan, istri kedua almarhum H Thahir, bersikeras uang warisan suaminya adalah haknya. Anak-anak H Thahir dari istri pertamanya juga mengklaim hak warisan itu.

Di sisi lain, jumlah uang yang disimpan Thahir di luar negeri sangat besar dan mencurigakan. Setelah diselidiki, ternyata almarhum diduga menerima gratifikasi dari sejumlah perusahaan rekanan Pertamina ketika masih hidup.

DPR lalu mempertanyakan kepemilikan uang itu. Akhirnya, Soeharto mengirim Menteri Sekretaris Negara Sudharmono pada 21 Juli 1980 untuk menjelaskan kepada DPR soal persoalan tersebut.

Namun, DPR tidak puas dan membentuk panitia hak angket. Sayangnya, wacana hak angket itu gagal karena ditolak pada sidang pleno lanjutan di DPR.

DPR kembali menggulirkan hak angket pada masa pemerintahan Abdurrahman Wahid atau biasa disapa Gus Dur. Saat itu terjadi ketegangan antara Gus Dur dan DPR, yang berakhir dengan dekrit pembubaran parlemen pada 2001.

Setelah dekrit itu, DPR melawan dengan menggulirkan hak angket menyelidiki dugaan korupsi Bulog (Buloggate). Penyebabnya adalah Gus Dur saat itu dituduh terlibat menyelewengkan dana milik Yayasan Bina Sejahtera Badan Urusan Logistik (Bulog).

Selain itu, DPR juga menggulirkan hak angket menyelidiki aliran dana sumbangan sebesar 2.000.000 Dollar Amerika Serikat dari Sultan Brunei Hassanal Bolkiah untuk rakyat Aceh. Persoalan itu dijuluki Bruneigate. Setelah itu Gus Dur dilengserkan melalui MPR.

DPR juga menggunakan hak angket menyelidiki dugaan korupsi dana nonbujeter Bulog sebesar Rp 40 miliar pada masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri.

Sedangkan pada masa pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 2004, DPR menggunakan hak angket menyelidiki penjualan 2 uni kapal tangker VLCC milik Pertamina.

Kemudian pada Maret 2008, DPR melalui Sidang Paripurna menyetujui permohonan hak angket penyelesaian kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), karena terdapat indikasi perkara yang tengah diusut oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) itu terindikasi akan dihentikan.

DPR kembali menggulirkan hak angket pada periode kedua pemerintahan SBY yakni 2009. Saat itu DPR menyelidiki Pansus hak angket terkait kebijakan bailout terhadap Bank Century.

Hak angket kembali digulirkan DPR pada periode pertama pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yakni pada 2017.

Saat itu DPR mengajukan hak angket terkait penyelidikan korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP).

Pangkal persoalannya adalah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menolak memberikan salinan berita acara pemeriksaan (BAP) Miryam S. Haryani. Di dalam BAP itu Miryam menyebut sejumlah nama anggota dan mantan anggota DPR diduga terlibat dalam korupsi e-KTP.

Pada saat itu Fahri Hamzah yang masih menjadi Wakil Ketua DPR menyetujui penggunaan hak angket. Namun, fraksi Gerindra, Demokrat, dan Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) menolak usulan hak angket.

Demikianlah artikel tentang pengertian hak angket dan contohnya di Indonesia.

Semoga artikel ini bermanfaat dan menambah wawasan Anda tentang hak angket sebagai salah satu kewenangan legislatif.

Baca Juga: Ketua KPU Minta Maaf Salah Input, Tanggapi Soal 'Penambahan Suara'

Artikel Terkait