Licik, Penjajah Inggris Sampai Lakukan Cara Curang untuk Taklukkan Kerajaan Islam di Sumatera Selatan Ini

Moh. Habib Asyhad

Penulis

Potret pertempuran Belanda dan Kesultanan Palembang di bawah pimpinan Sultan Mahmud Badaruddin II (Wikipedia Commons)

Sultan Mahmud Badaruddin II adalah sosok yang susah ditaklukkan. Inggris bahkan sampai menggunakan cara culas untuk menyingkirkan penguasa kerajaan Islam di Palembang itu.

---

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-Online.com -Timah yang ada di Pulau Bangka tak hanya menarik perhatian Belanda untuk menguasainya tak juga Inggris. Bahkan dua negara itu saling bersaing untuk menguasainya.

Tapi saat itu, Bangka adalah wilayah Kesultanan Palembang di mana rajanya ogah terlibat dalam perseteruan dua negara Eropa itu.

Upaya Inggris untuk mengambil hati penguasa Palembang gagal total. Tak ada cara lain kecuali menyerangnya. Tak hanya itu, Inggris juga mencoba mengambil hati adik Sultan dengan iming-iming jadi penguasa jika mau bekerjasama.

Awalnya Inggris menawari Kesultanan Palembang kerja sama untuk mengusir Belanda yang ketika itu sudah mempunyai loji yang terletak di Sungai Aur, Palembang. Inggris juga sudah mengirimkan persenjataan untuk memuluskan niatnya itu.

Tapi penguasa Palembang saat itu, Sultan Mahmud Badaruddin II merespon dengan mengatakan bahwa dia tak mau terlibat dalam perselisihan Inggris dan Belanda. Meski begitu, Palembang akhirnya mau bekerjasama dengan Inggris karena disara lebih menguntungkan.

Di tengah-tengah itu, terjadi peristiwa pembantaian terhadap penghuni loji Belanda di Sungai Aur. Belanda menuding Inggris yang jadi dalangnya, tapi Raffles menuduh Sultan Palembang yang berada di balik peristiwa tersebut.

Raffles kemudian mengajak Mahmud Badaruddin II berunding dengan kompensasi menyerahkan Pulau Bangsa kepada Inggris. Tapi Sultan tentu saja menolak tawaran itu.

Tak ada cara lain, Raffles pun mengirimkan armadanya yang kesohor itu, dipimpin oleh Robert R. Gillespie yang gila perang itu.

Pasukan Gillespie tiba di muara Sungai Musi pada 15 April 1811. Tugasnya dari Raffles adalah menggulingkan Mahmud Badaruddin II dan menggantikannya dengan kerabat terdekatnya yang bisa diajak kerja sama. Ketika itu pilihannya ada dua, anak sultan dan adik sultan. Inggris memilih sang adik, Ahmad Najamuddin, sebagai bonekanya.

Pertempuran pun meletus. Inggris berhasil menguasai beteng terkuat Kesultanan Palembang di Pulau Borang. Sultan Mahmud Badaruddin II kabur ke pedalaman, persisnya di Muara Rawas, sementara Inggris mengangkatn Ahmad Najamuddin sebagai penguasa yang baru pada 14 Mei 1812.

Meski begitu, setelah Inggris menyerahkan kembali Indonesia kepada Belanda, Mahmud Badaruddin II pun kembali menjadi sultan Palembang.

Pembantaian Palembang

Ada satu peristiwa penting yang terjadi di tengah-tengah upaya Inggris mengajak Kesultanan Palembang bekerja sama. Itu adalah peristiwa pembantaian Palembang atau yang dikenal sebagai Peristiwa Sungai Aur.

Ini adalah peristiwapenyerangan dan pembunuhan massal terhadap penghuni loji Belanda di tepi Sungai Musi di Palembang pada 14 September 1811. Kabarnya, pembantaian dilakukan sekelompok bangsawan Kesultanan Palembang. Tapi ada sumber juga yang mengatakan bahwa Inggris terlebih dalam peristiwa ini meskipun secara tidak langsung.

Sejak awal, Palembang memang sudah menjalin kerjasama dengan Belanda meskipun negara penjajah ini berusaha menerapkan monopoli. Terutama ketika Palembang masih dipimpin oleh Sultan Muhammad Bahauddin.

Tapi Mahmud Badaruddin II tak seperti pendahulunya. Dia adalah sosok yang lebih sulit diajak kompromi. Sejak naik takhta dia sudah bertekat untuk melepaskan diri kekuatan asing. Terlebih ketika Daendels naik jabatan dan bertindah sewenang-sewenang.

Daendels bahkan menggertak Palembang akan melakukan ekspedisi militer. Menghadapi itu, Sultan Mahmud Badaruddin II langsung memperkuat pertahanannya dan membangun Benteng Borang yang lokasinya tak jauh dari muara Sungai Musi.

Di waktu bersamaan, Inggris punya misi menyerang Belanda di Jawa. Tapi sebelum itu, Thomas Raffles, sosok yang diserahi tanggung jawab operasi itu, terlebih dahulu mencoba menjalin kerja sama dengan para penguasa dan bangsawan setempat. Harapannya bisa bersekutu untuk mengusir Belanda.

Dan Kesultanan Palembang adalah prioritas utama. Terlebih setelah Raffles menerima informasi bahwa Dandels hendak menyerang kerajaan Islam yang berada di tepi Sungai Musi itu. Selain itu, siapa tahu dengan begitu Inggris bisa memperoleh monopoli atas timah di Bangka.

Sebagai langkah pertama, Raffles mengirim dua pucuk surat kepada Sultan secara beruntun. Surat itu berisi peringatan bahwa Belanda akan menuju Palembang. Pada surat yang sama, Raffles juga mendesak Palembang untuk segera mengirim utusan ke Malaka untuk berunding dengan Inggris.

Selain surat, Raffles juga mengutus dua orang untuk berunding dengan Sultan. Yang satu seorang bangsawan Melayu Palembang bernama Raden Muhammad, yang kedua adalah keturunan Arab dari Penang bernama Sayyid Abubakar Rumi.

Singkat cerita,lantarantidak kunjung mendapat kabar lanjutan dari utusannya ke Badaruddin, Raffles mengirim Kapten MacDonald pada Februari 1811 untuk menemui mereka. Akhirnya ketahuan, misi dua orang utusan itu ternyata gagal.

Meski begitu, Sultan tetap membalas surat Raffles, isinya meminta agar Inggris tidak terlalu khawatir dengan keberadaan orang Belanda di Palembang. Raffles terus berusaha untuk mengajak Sultan berunding, tapi Badaruddin tetap pada pendiriannya, dia belum bersedia bersekutu dengan Inggris. Meski begitu, dia akan berusa mengusir Belanda tanpa banyak menimbulkan masalah.

Pada Juni 1811, armada Inggris berangkagt dari Malaka menuju Jawa dan Inggris mengakhiri ekspedisi itu dengan gemilang. Batavia pun jatuh ke tangan Inggris.

Berita kekalahan Belanda sampai di telinga Sultan Badaruddin II sehingga dia langsung mengutus beberapa bangsawan -- ada yang bilang bangsawan rendahan, tapi ada juga yang bilang bangsawan terpandang -- kepercayaannya ke loji Belanda di Sungai Musi untuk bertemu dengan residen Palembang, JacobGroenhof van Woortman.

Para bangsawan itu konon dilengkapi dengan 160 orang bersenjata yang kemudian melucuti para penjaga dan menduduki loji dalam waktu yang singkat. Saat itu, loji ditinggali oleh sekitar 110 orang, sebagian ada yang pribumi.

Para utusan itu bilang kepada residen bahwa Batavia telah jatuh ke tangan Inggris. Mereka pun diminta untuk segera mengosongkan loji. Tapi residen menjawab bahwa pihaknya tidak bisa melakukan apa-apa tanpa ada instruksi dari Batavia. Mereka juga bilang akan menunggu sampai Inggris yang mengambil loji langsung.

Residen kemudian meminta untuk disiapkan perahu untuk kembali ke Batavia. Tak butuh waktu laam, perahu sudah tersedia. Para penghuni loji itu pun diminta untuk segera naik ke perahu dan dibawa ke muara di wilayah Sungsang. Di sanalah mereka dibantai hingga tumpas.

Disebutkan bahwa yang melakukan eksekusi adalah Pangeran Wirakusuma, Pangeran Wiradiwangsa, Pangeran Wirasentika, Tumenggung Kertonegoro, Demang Usman, Tumenggung Suroyudo, Ngabehi Wiroyudo, Ngabehi Kepinding, Ngabehi Kreto, dan Ngabehi Jalil.

Setidaknya ada 87 orang yang menjadi korba pembantian itu.24 orang Eropa dan 63 orang pribumi. Sisanya kemungkinan telah melarikan diri sebelum loji diduduki. Ada juga yang melarikan diri ke perkampungan Tionghoa dan Arab, tapi tertangkap dan ditahan. Ada juga yang melarikan diri ke hutan.

Artikel Terkait